Apakah Sistem Rangking Masih Dibutuhkan?

Daftar Pustaka

Sudah sejak lama sistem rangking sudah menjadi hal yang biasa dan menjadi patokan di dunia pendidikan. Sistem tersebut berada di pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Dengan menggunakan peringkat sebagai gambaran akademik ini berfungsi untuk mengevaluasi pengajar, apakah materi yang disampaikan mereka sudah benar atau tidak. Melihat ini, saat ini apakah sistem rangking masih dibutuhkan dan diterapkan?

Perlu Anda ketahui, sistem ranking ternyat bisa memicu semangat para siswa agar bisa bersaing untuk memperoleh nilai yang bagus. Untuk wali murid, ini bisa menjadi tolak ukur keberhasilan anak-anaknya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Apalagi ada kebanggan tersendiri bagi orang tua ketika anaknya dapat menembus 10 besar, lima besar, tiga besar, bahkan sampai juara pertama di kelasnya.

Maksud dari rangking adalah bentuk pengurutan berdasarkan nilai kuantitas dan juga kualitasnya. Dari segi pendidikan, ini berarti mengurutkan kecerdasan siswa berdasarkan nilai yang didapat. Rangking juga bisa mengklasifikan siswa sesuai dengan derajat yang telah ditetapkan.

Manfaat Positif Sistem Rangking

Ada dampak positif dari sistem rangking ini untuk para peserta didik, guru, sekolah, bahkan orang tua siswa. Ranking ternyata mempermudah untuk mengelompokkan siswa mana yang perlu mendapat perhatian khusus serta mengevaluasi hasil belajarnya. Guru pun bisa memanfaatkan sistem untuk mengetahui siswa mana yang dominan dan bisa menjadi perwakilan sekolah untuk kompetisi maupun olimpiade.

Untuk siswa, sistem rangking berguna untuk menentukan arah jenjang pendidikan ataupun karier selanjutnya. Mereka yang berada di posisi peringkat teratas mempunyai self-esteem dan pride tersendiri yang positif tentunya. Lalu mereka bisa memberikan motivasi untuk siswa yang berada dalam rangking bawah agar bisa belajar lebih giat lagi.

Bagi orang tua siswa, rangking berguna sebagai laporan hasil pelajar sepanjang semester yang telah dijalaninya. Orang tua pun bisa memberikan dukungan maupun fasilitas belajar untuk sang anak.

Sementara untuk sekolah, sistem rangking bisa dijadikan sebagai pengukur sistem pendidikan di sekolah yang bersangkutan dengan memperlihatkan apakah kualitas para siswanya sudah cukup bersaing dengan sekolah lain. Apalagi jika ada beberapa siswanya ternyata berkualitas pada bidang akademik maupun nonakademik, itu menjadi suatu kebanggaan tersendiri.

Sisi Negatif Sistem Peringkat

Bila sebelumnya terdapat manfaat positif, ternyata sistem peringkat juga bisa memberikan sisi negatifnya. Hal ini bisa menjadi tolak ukur apakah sistem rangking masih dibutuhkan di negara ini. Lantas, apa sisi negatifnya?

Sistem rangking bisa membuat para peserta didik bisa menghalalkan semua cara agar bisa mendapatkan nilai bagus. Contoh nyatanya dengan menyontek. Mereka memang tidak mempedulikan bagaimana cara mendapatkannya asalkan nilai bagus saja yang menjadi prioritas utamanya.

Apabila guru, orang tua, maupun masyarakat hanya menghargai hasil akhir dari nilai tanpa harus tahu prosesnya, maka sistem ini tidak melihatkan sejumlah karakter. Karakter-karakter tersebut ialah kejujuran, kerja tim, lapang dada, kerja keras, hingga kesebaran saat mendapatkan hasil yang tidak memuaskan.

Kedua, sistem rangking ini juga berefek pada psikologis siswa bila orang tua hanya menjadikan rangking sebagai bahan perbandingan dengan anak lain. Pada akhirnya sang anak bukannya termotivasi untuk belajar, namun malah membenci orang tua mereka.

Selain itu, self-estemm mengalami penurunan hingga sulit berkembang. Inilah yang membentuk siswa menjadi toleran terharap korupsi, kolusi, serta nepotisme.

Sistem Rangking Masih Dibutuhkan?

Dengan melihat dari segi positif maupun negatifnya, apakah sistem rangking masih dibutuhkan di negara kita? Survei dari PERC (Political and Economic Risk Consultant) menyebutkan kualitas pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-12 dari seluruh negara di Asia.

Negara tetangga Singapura saja pada tahun 2018, mereka resmi menghapuskan sistem rangking di danah pendidikan. Saat itu Menteri Pendidikan Ong Ye Kyung mengungkapkan sekolah bukan ajang kompetensi. Penghapusan sistem peringkat ini pun berlaku awal tahun 2019 untuk sekitar 1.700 sekolah.

Pakar pendidikan Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.Pd. menjelaskan sistem rangking masih dibutuhkan untuk membuat peta evaluasi agar bisa menentukan tindakan tenaga pengajar pada peserta didik. Melalui ini pula bisa meningkatkan mutu pengajaran beserta langkah yang tepat untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.

Prof. Etty Indriati, Ph.D. selaku Direktur Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional mengungkapkan anak-anak seharusnya tidak dirangking. Sistem peringkat memberikan stigma yang berefek negatif secara psikologis khususnya mereka yang memiliki rangking rendah.

Seharusnya sistem rangking bukan menjadi penentu masa depan. Proses dalam memperolehnya harusnya yang diterapkan, di mana itu berasal dar kerja keras, kejujuran, hingga kegigihannya. Akan lebih baik, jika penggunaan sistem rangking ini tidak dipublikasikan pada peserta didik.

Bagikan:

Also Read